Minggu, 21 Oktober 2012

Jiwo J#ncuk (Sujiwo Tejo)






Penulis: Sujiwo Tejo
Editor: Resita Wahyu Febriantri
Cover: Jeffri Fernando
Ilustrasi isi/lukisan: Sujiwo Tejo
Penerbit: Gagasmedia
ISBN: 979-780-572-7
Cetakan pertama, 2012
196 halaman

“Membaca tulisan Sujiwo Tejo tentang cinta di buku ini rasanya… jancuk!”
-Larasati Liris, penulis Dear You.


Ketika membaca endorsemen penulis di atas, saya pikir buku ini adalah buku romance, ternyata… jancuk! lebih dari itu. Buku dibagi menjadi empat bab: Amor, Metropolitan, Ceplas Ceplos, dan Twit Wayang. Mari kita tenggong satu per satu.
Amor, di bab pertama ini, budayawan yang berpenampilan nyentrik dan tidak jarang bicara ceplas ceplos ternyata bisa menulis bahasa yang biasa, nyantai tapi romantis. Sewaktu kuliah dulu, penulis bekerja sebagai penyiar radio, tiap kali dia siaran dia menceritakan orang yang disukainya, bagaimana perasaanya, bagaimana rupa di wanita tersebut, juga salah seorang teman laki-lakinya. Puncaknya ada di cerpen Retno Kusumawardani :) .

Puncak kangen paling dahsyat ketika dua orang tak saling menelepon
tak saling sms
bbm-an
dan lain-lain tak saling
namun diam-diam keduanya saling mendoakan

Selain itu, dalang edan ini juga bercerita tentang perempuan lewat prosa dan puisi, hahaha menyentil sekali :) . Bahwa perempuan suka es krim dan coklat, tapi lebih suka kepastian, alasan seorang istri tiba-tiba meminta cerai kepada suaminya, seorang perempuan yang pertama kali pisah dengan anak-anaknya, melihat cinta dari sorot mata seorang perempuan.

Bahwa perempuan lebih canggih dari makhluk angkasa luar. UFO cuma bisa naik piring terbang, perempuan bisa menyebabkan piring-piring berterbangan ke para suami yang nyebelin. Lebih dari itu, perempuan bisa mengajukan gugutan cerai.
Perempuan bagai belut, meski telah kau kenali segala lukuk liku tubuhnya, sukmanya selalu luput dari genggaman.
Bagi saya, kalau sampeyan ditanya kenapa mencintai seseorang, apa alasannya, dan sampeyan bisa menjawab tuntas, berarti sampeyan bukan sedang jatuh cinta.
Bukan itu namanya. Itu itung-itungan. Cinta tak pakai alasan-alasan.

Metropolitan, berbicara tentang Jakarta tidak akan ada habisnya, macetnya lah, banjirnya lah, sumpeknya lah, semua ada. Di sini penulis menyentil tentang pelecehan seksual yang ada di angkutan umun, banyaknya Mal yang ada di Jakarta, kebiasaan baca koran saat di WC, merenung tentang angka kendaraan roda empat yang membludak, silahturahmi, dan dunia otomotif.
Ceplas ceplos, berisi pendapat-pendapat dia, pemikirannya tentang masa lalu dan sekarang. Dulu para artis hampir tidak mempunyai privasi, beda dengan artis sekarang kita bisa cuek ketika dia berada di samping kita. Ucapan selamat lebaran yang dikirim lewat SMS atau BBM broadcast, di mana dulunya lewat katu pos, walau pun sama-sama copas yang paling membedakan adalah di kartu pos ada nama orang yang dituju. Para orang tua yang berlomba-lomba memasukkan putra-putrinya ke sekolah internasional.

Padahal, menurut Einstein, logika cuma sanggup mengantarmu dari A ke B. Sementara imajinasi sanggup membawamu dari A ke tak terhingga…

makna seorang guru, perempuan dan multitasking, komodo dan indra penciumannya, demokrasi, agama, pentingnya bernyanyi, dendam dan membalas dendam, mudik, kesehatan, komunikasi merubah banyak hal, ujian nasional, dan yang terakhir, salah satu pertanyaan besar ketika saya membaca twitnya @sudjiwotedjo yaitu pengertian Jancuk!

#JANCUK tuh ungkapan beragam dari kemarahan sampai keakraban, tergantung sikon seperti FUCK. tapi orang munafik langsung nyensor.
#jancuk ketika kita disuruh bangga jadi Indonesia tapi buku sejarah gak direvisi. Sejak SD dibilang Indonesia dijajah 350 tahun, mestinya berperang!
#jancuk tuh ketika teroris boleh ditembak tanpa sidang, tapi koruptor harus disidang dulu berbelit-belit dan abis itu gak jadi di-dor pula.
#jancuk itu asli kosakata Surabaya. Artinya Jaran Ngencuk. Dulu pernah dibuatkan seminar di Surabaya, bukan umpatan, cuma salam. Contoh: #Jancuk! Nang endi ae koe? (ke mana aja loe?) Muatan emosinya bukan jorok, tapi terkejut ketemu teman. Kalo bahasa Inggris: where the fuck have you been man? Bukan jorok, tapi suprised.

Twit wayang, nah, bagian yang saya suka nih, ingin tahu si dalang edan berbicara tentang filosofi hidup lewat wayang? di sinilah jawabannya. Kita akan tahu kenapa penulis sangat mengidolakan #Semar, bercerita tentang #DewaRuci, #Wisanggeni, #Yudistira, #Panakawan, #Petruk.

Gareng itu lambang keintelektualan dalam dirimu. Ketika kamu kritis mempertanyakan berbagai hal, kamu sedang meng-Gareng.
Ketika kamu sedang easy going dan take easy terhadap apa pun, kamu sedang mem-Petruk.
Ketika kamu sedang ingin memberontak terhadap apa pun, maka kamu sedang mem-Bagong.
Namun, biarlah #Semar dalam dirimu yang akan memoderatori kemunculan Panakawan dalam batinmu secara situsional.
Petruk: lambang kehendak, berhati-hati dalam menentukan keinginan, harus tetap rendah hati, dan waspada.

Bagian yang saya suka adalah bercerita tentang Yudistira :)
Ketika kita membaca pemikiran Sujiwo Tejo dengan berbagai hal di sekitar kehidupannya, kesehariannya, kita akan mikir: ternyata benar juga ya pendapatnya, terlebih tentang perempuan itu dan tentang lainnya :p. Lalu kita juga akan merasakan bagaimana seorang Sujiwo Tejo sangat membenci korupsi, berbicara sinis tentang pemerintahan tapi juga bisa romantis soal cinta. Saya juga suka pemikirannya tentang tidak ada aturan untuk tiap pagi sarapan, makan sehari tiga kali yang benar ya makan ketika lapar dan berhenti ketika kenyang, pemikirannya sederhana tapi bermakna. Buku ini menarik, seperti yang tertulis di belakang sampul buku: observasinya terhadap detail kehidupan disampaikan dengan bahasa yang santai, namun tetap sarat nilai dan kerap “menyentil”.

Padahal, kalau saya nggak salah ingat, setiap agama punya semangat sosial. Malah ada yang bilang, sembahyang yang sebenarnya ialah berbuat kebajikan buat orang banyak. Sebaik-baiknya umat adalah yang paling bermanfaat buat orang lain. Saya sering ngetwit seperti ini: “Sujud tertinggi adalah membahagiakan orang lain.
Itu nggak ada jadwalnya. Itu sepanjang waktu. Ajaran ini juga kerap dibilang dalam wayang.
Sembahyang formal yang ada jadwal-jadwalnya terhadap Tuhan baru punya dilai di depan-Nya kalau sembahyang itu makin kuat menggerakkan orang untuk melakukan perbuatan bagi sesama. Sembahyang individual menjadi laksana generator yang membangkitkan energi sosial.

Baru kali ini saya membaca karya full dari budayawan nyentrik ini, sebelumnya pernah membaca salah satu cerpennya di  kumcer 1 Perempuan 14 Laki-Laki, belum mengenal gaya penulisannya dan kali ini saya suka, bagaimana dia bercerita dengan ‘halus’, mengalir, dan mengena, ada beberapa bagian di endingnya ada efek kejutnya, eksekusinya pas sekali. Ada juga sisipan lukisan karya penulis yang nyleneh, saya nggak pinter mengintepretasikan sebuah lukisan yang jelas lukisan Sudjiwo Tejo ini nggak jauh-jauh dari wayang dan Semar :) . Minim typo. Suka banget sama covernya, kayak sebuah permainan apa itu namanya? Boneka yang ada talinya trus digerak-gerakkan dengan tangan. Buku ini tidak hanya berisi kisah cinta tapi pemikiran-pemikiran dan perasaannya terhadap kehidupan sekitarnya.

Buku itu ditujukan kepada para Jancukers.


3.5 sayap untuk Jancuk!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar