Menjalani rutinitas setiap hari seperti air yang mengalir, mengikuti alur sungai..air akan mengalir melalui alur yang lain, bila meluap, banjir dan jebol.. Haruskah hidupku seperti itu? Harus meluap atau jebol lebih dulu agar berbeda?
Detik ini juga, jemari tak bisa
berhenti menorehkan huruf demi huruf, kata – kata demi kata tentang
banyak hal. Apa lagi jika bukan hati dan pikiran sedang gelisah, lusuh
hati, dan lusuh kemauan.
Ada benarnya globalisasi itu yang berkawan dengan liberalisme. Satu kata untuk mereka, kebebasan!
Bukan gelar ‘gurunya’ yang harus dipersalahkan, tapi rutunitas!
Tahulah aku mengapa harus menuliskan segelumit panjang–panjang
kata mengenai makna kehidupan. Pramoedya Ananta Toer mengingatkan,
“sepintar–pintarnya manusia, jika tak pernah menulis, maka dirinya
akan hilang dari sejarah”. Ya, aku hanya menganggukan semboyan itu
sekali–sekali bilamana dibutuhkan. Detik ini juga, jemari tak bisa
berhenti menorehkan huruf demi huruf, kata–kata demi kata tentang
banyak hal. Apa lagi jika bukan hati dan pikiran sedang gelisah, lusuh
hati, dan lusuh kemauan. Semangat yang biasanya berkoar–kobar
mengalahkan terangnya matahari, dan panasnya kompor, seakan padam tanpa
abu. Juga hal–hal mengenai kebebasan berkarya, kebebasan ruang waktu,
pun sebebas–bebasnya keinginan, detik ini pula berhenti mendetikkan
ruhnya.
Hari berganti hari, layaknya soundtrack dari sinetron galaunya
“tersanjung’, tidak juga berganti dengan nyata baru. Adanya hanya
segelumit, yang selalu berputar–putar menjadi segelumit itu juga.
Bagaikan waktu yang telah habis namun tak menemui suksesnya, peradaban
telah runtuh. Membayangkan gemilangnya Majapahit, kuatnya maritim
Sriwijaya, mewahnya peradaban Yunani–Romawi, aku terpanah, ingin
menjadi seorang yang kompleks tanpa cela. Namun mimpi tetap mimpi,
manusia hanya bisa mendekati. Persis seperti kata Herodotus, “Sejarah
tak bisa menemui titik benarnya, hanya mendekati”, itulah diriku.
Hingga di suatu pagi dingin, matahari melambai hangatnya, angin
tak bertiup kencang. Aku berhayal, menjadi seorang superstar, selevel
Avril Lavigne, Jennifer Lopes, Nickelback, dan kawan–kawan. Menepis
kegelapan dalam pikiran. Melambungkan segenap imajinasi. Andai, andai,
dan andai. Ya, hanya berandai – andai menghadapi realita akhir–akhir
ini. Ada benarnya globalisasi itu yang berkawan dengan liberalisme. Satu
kata untuk mereka, kebebasan! Segelumit kata yang benar–benar sulit
tampaknya untuk digapai. Belum lagi menyesuaikan diri dengan orang lain,
sesuaikan ingin dan pikir seseorang, bukan sesuatu yang pantas untuk
digampangkan. Jika diri ini menginginkan pembaharuan setiap hari,
kreativitas yang tak pernah mati, dan segenap kebebasan berpikir,
lingkungan hanya sedikit saja mendukung.
Bayangkan saja, dulu, semasa remaja, tak pernah ada ingin sedikit
saja diriku ini untuk menjadi seorang guru. GURU! Seorang yang digugu
dan ditiru. Artinya, seolah–olah tindakan guru tak boleh sedikit saja
‘ngawur’. Harus patuh, penampilan tak boleh banyak macamnya, dan tentu
saja terjebak rutinitas! Hal yang sangat sangat sangat diluar kata
favorit. Semestinya tak boleh lah manusia meratapi faktanya, tapi apa
boleh jadi jika memang benar–benar ada dalam bayang kesuntukan.
Semenjak pagi menunjukkan angka 7, pagar tertutup untuk boleh keluar
masuk. Pakaian pun seragam, tanda kemonotunan telah dimulai! Harus
mengikuti peraturan sekolah, sinisan guru bila sewaktu–waktu diantara
kita bersalah, dan siap bercapek ria ketika sekolah membutuhkan, maklum,
guru–guru praktek. Pun akhir–akhir ini batin juga merasa sangat
terbebani. Bukan hanya karena menjadi pimpinan diantara guru–guru
praktek itu, tapi juga harus menanggung sekompleks tanggung jawab
sebagai guru. Bukan gelar ‘gurunya’ yang harus dipersalahkan, tapi
rutunitas! Bahkan saat aku ingin menerapkan sesuatu yang baru, rasanya
diri ini tak berhak. Bukan hanya masih bocah, tapi juga karna masih
‘muda’, mungkin. Tuhan, lepaskan semuanya dari keterbosanan. Aku tak
mau terjadi realitas. Realitas bukanlah rutinitas. Setiap hari adalah
hari baru, aku sungguh tak mau rutinitas!
Seorang artis keluaran sinetron Amerika “Dont Trust B* in
Apartment 23” berkata, “jika ada sesuatu hal diluar rencana hidupmu itu
muncul, bukan berarti hal itu kesalahan, just catch it and changes the
world!” well, aku mulai mengerti apa arti rutinitas, di lain hari, aku
siap membuat kejutan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar