Kamis, 11 Oktober 2012

NGOPI (Ngolah Otak Plus Interaksi)

Saya yakin istilah seperti yang tertera di atas sudah tak asing lagi bagi kita. Nggak cuma kaum Adam loh yang boleh "ngopi", saya pun sebagai kaum Hawa juga gemar "ngopi" tapi dengan batasan tertentu dan di tempat tertentu pula. Katakanlah tempat tersebut memang ditujukan untuk kalangan mahasiswa, sehingga bukan Adam saja yang memenuhi tempat tersebut, Hawa pun boleh. "Ngopi" merupakan suatu istilah populer yang acap kali bersinggungan dengan dunia kita sehari-hari. Bahkan hal itu tak hanya berlaku bagi kalangan tertentu saja, namun hampir seluruh elemen masyarakat dekat denganya. Lebih tepatnya mungkin merakyat. Meskipun di sisi lain ada juga yang kurang suka atau tidak hobi karena suatu alasan tertentu, yang mungkin salah satunya karena takut diabetes (padahal kopi itu tidak selalu manis).

Ketika berbicara terkait "ngopi" tentunya terpecik dalam angan-angan dengan rokok, cethe ataupun lain sebagainya (khususnya kaum Adam ye..). Kebanyakan memang seperti itu adanya. Namun tidak selalu kegiatan "ngopi" itu identik dengan hal-hal tersebut. Ada yang sudah puas hanya dengan sekedar meneguk secangkir kopi saja, baik di warung-warung kecil pinggiran jalan maupun di rumah sendiri. Dan tidak sedikit kaum Adam yang mengatakan jika tanpa rokok disertai cethe katanya kurang pas. Pastinya semua asumsi di atas tak ada yang salah sebab kepuasan itu memang relative. Kopi sering juga dianggap sebagai sebuah formula ampuh penghilang stres ataupun kepenatan, serta ada juga yang mengatakan caffein yang terkandung di dalamnya dapat menopang kinerja otak. Ihwal itu setidaknya memang benar adanya sebab (tanpa bermaksud menuhankan kopi) saya pun juga merasakan seperti itu. Bahkan ketika nongkrong beserta ngobrol dengan teman tanpa adanya kopipun rasanya ada yang kurang (wah). Mungkin Ibarat sayur bagai kurang garam, jadi kurang enak dan sedap (ihiiik). Oleh karena itu sudah menjadi barang pasti bahwa kopi merupakan teman akrab sehari-hari.

Selanjutnya saya menganalogikan istilah "ngopi" sedikit agak berbeda seperti yang mungkin kita ketahui selama ini. Seperti judul di atas "ngopi" yang saya maksud adalah Ngolah Otak plus Interaksi. Jadi "ngopi" di sini mempunyai dua makna, yang pertama adalah suatu istilah yang digunakan ketika ingin atau sedang menikmati kopi. Sekaligus yang kedua sebagai suatu kegiatan mengolah fikiran dan berinteraksi. Maksudnya adalah di sela-sela kegiatan "ngopi" bersama teman atau yang lain, baik di cafe maupun tempat lainya, kita sisipi dengan diskusi kecil, atau barangkali bahasa sederhananya adalah ngobrol ringan yang sekiranya bermanfaat dan menambah wawasan. Dengan begitu secara tidak langsung sudah mengolah fikiran kita, yang mana hal itu ditandai ketika adanya sebuah kegiatan berfikir. Disamping itu nilai plusnya adalah dapat sekaligus ber-interaksi, bergaul maupun bersosialisasi. Sebab seringkali "ngopi" hanya diisi dengan gurauan maupun hal-hal yang barangkali kurang berarti. Walaupun mungkin saja menurut mereka hal seperti itu sudah termasuk dalam kategori berarti.

Apalagi jika hal seperti itu masih nampak di kalangan kita, dengan terpaksa saya harus mengatakan sungguh lucu sekali. Sebab, yang saya ketahui di berbagai wilayah pada umumnya ketika nampak sekumpulan mahasiswa sedang ngopi biasanya juga dibumbui dengan obrolan-obrolan yang berbau pengetahuan. Bukannya hal semacam itu merupakan kegiatan yang sangat menarik atau bahkan dapat dikatakan sebuah inovasi, meski kadangkala juga harus di iringi dengan sebuah gurauan yang mampu menghilangkan ketidakjenakan maupun kejenuhan. Di samping itu, beranjak dari slogan para Entrepreneur atau pebisnis bahwa "waktu adalah uang" saya pun mengatakan bagi kalangan mahasiswa khususnya, dan bagi para pecinta ilmu pada umumnya, bahwa "waktu adalah pengetahuan”. Sehingga dari situ kita pun juga dapat belajar dalam memanajemen waktu dengan sebaik-baiknya guna menopang intensitas. Jangan sampai waktu kita yang singkat ini hanya terbuang sia-sia, sebab ada yang mengatakan bahwa "waktu itu bernilai bukan karena panjangnya akan tetapi karena kebaikan yang kita lakukan di dalamnya".


Dari serentetan penjabaran tadi, bisa dikatakan bahwa kopi mempunyai dwi-fungsi, pertamanya pengencer otak dan kedua sebagai piranti pemancing ke arah kegiatan yang bermanfaat. Dan terus terang saja saya sedikit kurang sepakat jika ada yang mengatakan bahwa budaya "ngopi" adalah suatu perilaku yang kurang baik. Mungkin kurang baik yang dimaksud adalah "ngopi" (ngowoh nang ngarep tipi), maaf sedikit ngelantur, anggap saja sebagai intermezo. Sebenarnya bila kita mampu menyikapi segala sesuatu yang kita lakukan dengan melihat sisi positif apa yang dapat kita petik, maka tak ada kiranya kata sulit dalam hidup ini (sedikit pragmatis). Seperti halnya "ngopi" itu tadi. "Ngopi" yang saat ini telah menjadi hoby bagi kalangan muda pada khususnya, dapat kita jadikan sebagai salah satu metode untuk memperluas pengetahuan, bergaul dengan teman sekaligus penghilang kepenatan. Dan hal ini lah yang masih belum banyak di sadari oleh khalayak. Kebanyakan masih seperti itu-itu saja adanya. Bahkan di kalangan Kaum intelektual (mahasiswa) seperti yang telah saya sebutkan tadi, tak jarang yang masih diisi dengan gurauan ataupun sekedar duduk termenung, seperti sedang meratapi nasib. Hal seperti itu memang tak salah, sebab itu merupakan hak pirogatif masing-masing, namun jika ada hal yang lebih baik yang bisa kita lakukan, why not ?

Jadi singkatnya jika saya boleh mengibaratkan, bahwa cafe atau warung kopi merupakan medianya, kopi sebagai piranti (alat) nya dan kita sebagai pelaku atau subjeknya. Melalui media dan instrumen itulah kita tingkatkan gairah pengetahuan. Pun medianya tidak harus dan tak selalu di warkop saja, dimanapun tempatnya asalkan nyaman dan layak tak masalah. Bukankah hal yang menarik bila apa yang telah menjadi hobi kita ternyata di sisi lainya terdapat manfaat yang begitu besar. Di samping penghilang kejenuhan juga dapat sebagai jalan untuk menambah ilmu pengetahuan sekaligus metode ber-sosialisasi, baik dengan teman maupun yang lain. Dan kiranya tidak menutup kemungkinan masih banyak lagi manfaat (benefit) yang dapat kita ambil, bila memang kita mampu menggali dan mencuatkanya ke permukaan. Tidak hanya dalam hal "ngopi" saja, akan tetapi pelbagai hal lain yang mungkin juga bisa kita manfaatkan guna memenuhi atau menambah kapasitas keilmuan kita. Oleh karenya mari kita budayakan "ngopi" sebagai manifestasi bahwa kita adalah pecinta ilmu yang sejati.

Oleh: Liris Larasati (jiwa yang sedang berupaya menjadi berarti, :) )
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar