Saya yakin istilah seperti yang tertera di atas sudah tak asing lagi bagi kita. Nggak cuma kaum Adam loh yang boleh "ngopi", saya pun sebagai kaum Hawa juga gemar "ngopi" tapi dengan batasan tertentu dan di tempat tertentu pula. Katakanlah tempat tersebut memang ditujukan untuk kalangan mahasiswa, sehingga bukan Adam saja yang memenuhi tempat tersebut, Hawa pun boleh. "Ngopi" merupakan suatu istilah populer yang acap kali bersinggungan
dengan dunia kita sehari-hari. Bahkan hal itu tak hanya berlaku bagi
kalangan tertentu saja, namun hampir seluruh elemen masyarakat dekat
denganya. Lebih tepatnya mungkin merakyat. Meskipun di sisi lain ada
juga yang kurang suka atau tidak hobi karena suatu alasan tertentu, yang
mungkin salah satunya karena takut diabetes (padahal kopi itu tidak
selalu manis).
Ketika berbicara terkait "ngopi" tentunya terpecik dalam angan-angan dengan rokok, cethe ataupun lain sebagainya (khususnya kaum Adam ye..). Kebanyakan memang
seperti itu adanya. Namun tidak selalu kegiatan "ngopi" itu identik dengan
hal-hal tersebut. Ada yang sudah puas hanya dengan sekedar meneguk
secangkir kopi saja, baik di warung-warung kecil pinggiran jalan maupun
di rumah sendiri. Dan tidak sedikit kaum Adam yang mengatakan jika tanpa rokok
disertai cethe katanya kurang pas. Pastinya semua asumsi di atas tak ada
yang salah sebab kepuasan itu memang relative. Kopi sering juga
dianggap sebagai sebuah formula ampuh penghilang stres ataupun
kepenatan, serta ada juga yang mengatakan caffein yang
terkandung di dalamnya dapat menopang kinerja otak. Ihwal itu setidaknya
memang benar adanya sebab (tanpa bermaksud menuhankan kopi) saya pun
juga merasakan seperti itu. Bahkan ketika nongkrong beserta ngobrol
dengan teman tanpa adanya kopipun rasanya ada yang kurang (wah). Mungkin Ibarat
sayur bagai kurang garam, jadi kurang enak dan sedap (ihiiik). Oleh karena itu
sudah menjadi barang pasti bahwa kopi merupakan teman akrab sehari-hari.
Selanjutnya saya menganalogikan istilah "ngopi" sedikit agak
berbeda seperti yang mungkin kita ketahui selama ini. Seperti judul di
atas "ngopi" yang saya maksud adalah Ngolah Otak plus Interaksi. Jadi
"ngopi" di sini mempunyai dua makna, yang pertama adalah suatu istilah
yang digunakan ketika ingin atau sedang menikmati kopi. Sekaligus yang
kedua sebagai suatu kegiatan mengolah fikiran dan berinteraksi.
Maksudnya adalah di sela-sela kegiatan "ngopi" bersama teman atau yang
lain, baik di cafe maupun tempat lainya, kita sisipi
dengan diskusi kecil, atau barangkali bahasa sederhananya adalah ngobrol
ringan yang sekiranya bermanfaat dan menambah wawasan. Dengan begitu
secara tidak langsung sudah mengolah fikiran kita, yang mana hal itu
ditandai ketika adanya sebuah kegiatan berfikir. Disamping itu nilai
plusnya adalah dapat sekaligus ber-interaksi, bergaul maupun
bersosialisasi. Sebab seringkali "ngopi" hanya diisi dengan gurauan
maupun hal-hal yang barangkali kurang berarti. Walaupun mungkin saja
menurut mereka hal seperti itu sudah termasuk dalam kategori berarti.
Apalagi jika hal seperti itu masih nampak di kalangan kita, dengan
terpaksa saya harus mengatakan sungguh lucu sekali. Sebab, yang saya
ketahui di berbagai wilayah pada umumnya ketika nampak sekumpulan
mahasiswa sedang ngopi biasanya juga dibumbui dengan obrolan-obrolan
yang berbau pengetahuan. Bukannya hal semacam itu merupakan kegiatan
yang sangat menarik atau bahkan dapat dikatakan sebuah inovasi, meski
kadangkala juga harus di iringi dengan sebuah gurauan yang mampu
menghilangkan ketidakjenakan maupun kejenuhan. Di samping itu, beranjak
dari slogan para Entrepreneur atau pebisnis bahwa "waktu adalah uang"
saya pun mengatakan bagi kalangan mahasiswa khususnya, dan bagi para
pecinta ilmu pada umumnya, bahwa "waktu adalah pengetahuan”. Sehingga
dari situ kita pun juga dapat belajar dalam memanajemen waktu dengan
sebaik-baiknya guna menopang intensitas. Jangan sampai waktu kita yang
singkat ini hanya terbuang sia-sia, sebab ada yang mengatakan bahwa "waktu itu bernilai bukan karena panjangnya akan tetapi karena kebaikan yang kita lakukan di dalamnya".
Dari serentetan penjabaran tadi, bisa dikatakan bahwa kopi
mempunyai dwi-fungsi, pertamanya pengencer otak dan kedua sebagai
piranti pemancing ke arah kegiatan yang bermanfaat. Dan terus terang
saja saya sedikit kurang sepakat jika ada yang mengatakan bahwa budaya
"ngopi" adalah suatu perilaku yang kurang baik. Mungkin kurang baik yang
dimaksud adalah "ngopi" (ngowoh nang ngarep tipi), maaf sedikit ngelantur, anggap
saja sebagai intermezo. Sebenarnya bila kita mampu menyikapi segala
sesuatu yang kita lakukan dengan melihat sisi positif apa yang dapat
kita petik, maka tak ada kiranya kata sulit dalam hidup ini (sedikit
pragmatis). Seperti halnya "ngopi" itu tadi. "Ngopi" yang saat ini telah
menjadi hoby bagi kalangan muda pada khususnya, dapat kita jadikan
sebagai salah satu metode untuk memperluas pengetahuan, bergaul dengan
teman sekaligus penghilang kepenatan. Dan hal ini lah yang masih belum
banyak di sadari oleh khalayak. Kebanyakan masih seperti itu-itu saja
adanya. Bahkan di kalangan Kaum intelektual (mahasiswa) seperti yang
telah saya sebutkan tadi, tak jarang yang masih diisi dengan gurauan
ataupun sekedar duduk termenung, seperti sedang meratapi nasib. Hal
seperti itu memang tak salah, sebab itu merupakan hak pirogatif
masing-masing, namun jika ada hal yang lebih baik yang bisa kita lakukan, why not ?
Jadi singkatnya jika saya boleh mengibaratkan, bahwa cafe atau warung kopi merupakan medianya, kopi sebagai piranti (alat) nya dan kita
sebagai pelaku atau subjeknya. Melalui media dan instrumen itulah kita
tingkatkan gairah pengetahuan. Pun medianya tidak harus dan tak selalu
di warkop saja, dimanapun tempatnya asalkan nyaman dan layak tak
masalah. Bukankah hal yang menarik bila apa yang telah menjadi hobi kita
ternyata di sisi lainya terdapat manfaat yang begitu besar. Di samping
penghilang kejenuhan juga dapat sebagai jalan untuk menambah ilmu
pengetahuan sekaligus metode ber-sosialisasi, baik dengan teman maupun
yang lain. Dan kiranya tidak menutup kemungkinan masih banyak lagi
manfaat (benefit) yang dapat kita ambil, bila memang kita mampu
menggali dan mencuatkanya ke permukaan. Tidak hanya dalam hal "ngopi"
saja, akan tetapi pelbagai hal lain yang mungkin juga bisa kita
manfaatkan guna memenuhi atau menambah kapasitas keilmuan kita. Oleh
karenya mari kita budayakan "ngopi" sebagai manifestasi bahwa kita
adalah pecinta ilmu yang sejati.
Oleh: Liris Larasati (jiwa yang sedang berupaya menjadi berarti, :) )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar