Rabu, 26 September 2012

Jalan Mengetahui Tuhan (Sebuah Renungan)

Dalam sebuah kesendirian dan kesunyian, otak nakalku seringkali bertanya-tanya tentang hakikat terdalam atas eksistensi Tuhan. Tentu saja ketakutan atas batasan penalaran dan kekafiran seringkali menyeruak dan menjadikanku enggan untuk menelaahnya lebih lanjut. Namun lagi-lagi, karena hasrat keinginan tahuanku yang menggebu-gebu dan tak bisa kubendung menjadikanku kembali tertarik untuk meneruskan pengembaraan yang katanya irasional itu. Di samping itu aku rasa juga karena kemahadahsyatan akal yang dianugerahka-Nya. Jadi tak ada salahnya kan jika aku ingin tahu hakikat terdalam sang pemberi Maha Dahsyat itu. Toh jikalau otak udang ini tak mampu menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan super sulit itu juga akan berhenti sendiri. Untuk itu mari kita mulai menyelinapi hakikat dari realitas tertinggi tersebut.


Seringkali aku berfikir apakah hakikat terdalam Tuhan itu? Apakah Dia bereksistensi? Lalu jika begitu seperti apakah eksistensinya? Dan dimanakah tempatnya jikalau semua yang bereksistensi itu terdapat dalam ruang dan waktu. Lalu timbul lagi pertanyaan, katanya Dia tidak diperanakan dan tidak pula memperanakan. Terus darimanakah Dia berasal? Bagaimanakah proses terciptan-Nya. Apa mungkin Dia muncul dengan sendirinya. Kalau toh muncul dengan sendirinya mungkinkah ada sesuatu yang memicu kemunculan-Nya. Dan sebelum Dia muncul seperti apakah kira-kira kondisi tempat yang menjadi persinggahan pertama-Nya itu? Dan dimana pula letak persisnya?


Apakah hanya ruang hampa yang kosong, tapi kira-kira seperti apakah ruang hampa yang kosong itu? Ah, semakin bingung saja aku. Semakin aku berusaha berhenti memikirkan semua itu, justru semakin membeludak pula pertanyaan-pertanyaan baru. Apakah mungkin aku sudah gila sehingga memikirkan itu semua. Tapi seandainya aku gila, kenapa juga aku masih bisa merasakan nikmat yang diberikan-Nya dan tidak mungkin pula kiranya aku bisa berfikir seperti itu adanya. Ah,,,Tuhan siapakah sebenarnya Engkau. Mengapa Engkau disebut Tuhan, dan bagaimana pula Engkau bisa disebut Tuhan? Apakah itu hanya sebutan yang dibuat oleh makhluk-Mu agar berbeda dengan ciptaan-Mu. Ataukah karena memang Engkau mampu menciptakan segala sesuatu yang ada itu.

Tapi aku masih ragu, apakah benar bumi, planet dan lainya itu memang murni karya-Mu. Karena sampai sekarang aku belum tahu bukti valid yang riil terkait itu. Yang masih ku tahu secara rasional bahwa dunia ini tercipta dari proses dentuman besar (big bang) atau melalui dalil-dalil yang belum mampu menyakinkanku. Ataukah proses dentuman besar itu memang Engkau yang memicu. Tapi kenapa belum ada yang mampu membuktikan bahwa itu adalah karena-Mu. Aduh,,, semakin melilit saja pertanyaan-pertanyaan semua itu. Otaku serasa tak ada guna ketika semakin kuperas, tapi benarkah itu semua memang tak bisa dinalar? Ah,, aku belum percaya.

Lalu aku masih belum puas dan ingin melanjutkan kekonyolan ini. Sehingga lagi-lagi aku kembali meragukan Kebesaran-Mu. Benarkah Engkau akan menunjukan wujudmu ketika para makhlukmu sudah kembali kepada-Mu dan menempati dunia kekal akhiratmu. Tapi bila akhirat itu benar-benar kekal, berarti ada yang menyamai sifat kekelan-Mu? Atau mungkin sebenarnya akhirat itu tidak kekal? Jika tidak kekal lalu seperti apa kehidupan pasca akhirat musnah? Akankah tiada makhluk dan kehidupan lagi. Terus jika begitu, untuk apa Tuhan ada, atau mungkinkah Tuhan juga akan tiada? Lalu bayangkan seperti apa kelak, jika tidak ada apa-apa, tidak ada makhluk, tidak ada kehidupan, tidak ada ruang, dan tidak ada Tuhan.


Bahkan aku sempat berfikir kalau surga dan neraka hanya sebuah rekayasa agar manusia ada beda dan tidak semena-mena. Pemikiran semacam apakah ini semua, dengan beraninya aku membelejeti tingkat otoritas dan sifat-Mu. Tapi salah atau kafirkah aku ketika berfikiran semacam itu. Sedangkan secara fitrah aku sudah Engkau bubuhi sifat ragu dan ingin tahu. Sampai-sampai aku masih ragu apakah dengan menjalankan shalat lima waktu sudah menjadi kepastian akan selamat dari siksa-Mu. Sehingga maklum jika sampai saat ini pun senam lima waktu itu jarang aku suguhkan untuk-Mu. Karena memang disamping itu aku rasa banyak jalan kebaikan yang Engkau berikan untuk hamba-Mu. Dan tentunya, menyembah-Mu bukan berarti hanya sujud kiblat itu.

Karena jika hanya begitu, betapa naas sekali nasib para hamba-hamba-Mu yang kebetulan agamanya tidak memiliki rukun semacam itu. Dan bisa saja ketika katakanlah masa pengisapan nanti tiba, mereka semua akan menggugat-Mu atas dasar diskriminasi kelahiran karena terlahir untuk zaman yang bukan penyempurna terakhir dari yang sebelum-sebelumnya. Wah, betapa ramai sekali kiranya, jika akhirat dibuat untuk orasi. Semua mengkoar-koar menyuarakan aspirasinya. Ah, mungkin itu semua hanya angan-angan konyol saja. Yang muncul dari benak dangkal wanita tak punya kesibukan sehingga berusaha mencari-cari kesibukan dan mengajak sibuk orang lain dengan memikirkan perihal yang katanya menjurus kepada lembah kekafiran. Jika anda merasa itu sudah melampui batas kewajaran dan menempati definisi kafir, maka saya sarankan anda untuk segera melantunkan kalimat syahadat (meskipun cuma sebatas ucapan dan belum tertanam sebagai sebuah keyakinan.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar