Sabtu, 17 November 2012

Kekecewaan di Tengah Kebahagiaan (Small Note My Unniversary)



Sabtu, 17 November 2012. Yaa,, hari ini merupakan hari ulang tahunku yang ke-23. Belajar dari garis-garis kenyataan pada gurat wajah yang kian menua, yang melukiskan dalamnya lautan hidup dan asin pahitnya asam garam kehidupan. Hari ini menjadi hari yang membahagiakan tapi juga mengecewakan serta menjengkelkan bagi saya. Saya anggap membahagiakan sebab hari ini merupakan hari kelahiran serta hari dimana semakin bertambahnya nominal umur saya. Diiringi juga dengan semakin mantabnya sisi kedewasaan, baik dari segi fisik maupun psikis. Kabar lain yang tidak kalah membahagiakan bagi saya adalah banyaknya ucapan “Selamat Ulang Tahun” yang diikuti doa yang berbeda-beda dari masing-masing pribadi. Ucapan selamat yang di sertai doa atau harapan tersebut datang bertubi-tubi layaknya sebuah lesatan anak panah di medan peperangan. Meskipun hanya via jejaring sosial facebook, via Twitter, via SMS, dan bahkan via telepon. Tapi tak apalah, toh itu juga tidak jadi masalah bagi saya. Asalkan tidak melalui via mimpi.
Tidak hanya dari para sahabat lama saja tapi juga dari teman baru yang hanya kenal malalui dunia maya dan belum pernah bertemu pun ikut andil mengucapkan selamat. Tidak ketinggalan juga guru yang saya anggap paling baik diantara yang baik, sekaligus pernah menjadi wali kelas saya pada waktu duduk di bangku kelas tiga SMA. Yang sampai saat ini masih tetap peduli pada siswa-siswi yang pernah dibimbingnya. Saya sungguh tak menyangka keberadaan saya masih berarti bagi mereka, sehingga mereka rela menyempatkan waktu di tengah-tengah kesibukanya hanya untuk mendoakan orang seperti saya. Sungguh membuat saya terharu dan meneteskan air mata kebahagiaan di tengah kesepian yang sedang saya rasakan. Sebab hal demikian, sekali lagi saya artikan sebagai tanda bahwa saya masih berarti bagi mereka. Meskipun ada pula yang beranggapan hanya sebuah ungkapan basa-basi saja.
Disisi lain saya anggap sebagai hari yang mengecewakan dan menjengkelkan karena, seperti biasa tak satu pun dari anggota keluarga yang peduli atau pun sekedar basa-basi mengucapkan “Selamat Ulang Tahun nak”. Sebenarnya saya tak ingin berspekulasi bahwasanya mereka kurang perhatian atau kurang peduli pada saya, sebab keluarga saya tidak begitu mengenal moment-moment seperti itu, khususnya kedua orang tua saya. Mungkin karena sudah terlalu banyaknya beban fikiran mereka, sehingga mereka lupa bahwa hari ini merupakan hari ulang tahun anak putri satu-satunya (pfffft). Atau mungkin juga karena mereka memang kurang peka dengan adanya moment seperti itu. Tapi meski begitu bukan berarti mereka orang bodoh (katrok :D :D). Mereka tetap saya anggap sebagai sosok pribadi yang cerdas, baik, pekerja keras dan bertanggung jawab. Sebab mereka telah mampu membesarkan dan mendidik saya hingga seperti ini.
 
Lupakanlah, mungkin itu hanya sebuah emosi sesaat saya saja. Akhirnya, saya pribadi hanya bisa berterima kasih atas doa-doa serta harapanya, dan maaf jika belum bisa mengasih apa-apa atau pun membalas kebaikan Kalian. Hanya sebuah doa pula yang bisa saya haturkan untuk Kalian semua. Semoga saja kita semua termasuk insan yang mulia dan senantiasa dalam lindungan Nya.

Ya Allah,
Hari ini tiba juga aku di usia ini
Hari di mana aku harus menjadi lebih bijaksana
Hari di mana aku harus menjadi lebih dekat dengan-Mu
Hari di mana aku harus bisa menjadi teladan bagi orang lain

Ya Allah,
Panjangkanlah usiaku agar hidupku menjadi lebih bermanfaat bagi orang lain
Panjangkanlah usiaku agar aku dapat lebih memandang hidup
dengan penuh makna dalam kebesaran-Mu
Panjangkanlah usiaku agar aku dapat membimbing keluargaku
untuk dapat tunduk dan berbakti kepada-Mu
Panjangkanlah usiaku agar aku dapat lebih bersyukur
atas nikmat dan rizqi yang Engkau anugerahkan kepadaku

Ya Allah,
Jadikanlah aku menjadi hamba-Mu yang khusyu’ dan tawadhu’
dalam menerimah hikmah dan berkah-Mu
Bertambah usia dalam hitunganku
berkurang pula usiaku dalam hitungan-Mu

 Jamrud - Ulang Tahun

Rabu, 14 November 2012

Esensi Hijriyah dan Suronan Sebagai Peningkatan Kualitas Diri

Oleh: Larasati ℓίяί∫




Sahabatku seluruh Mahasiswa dan segenap Saudara-saudaraku yang senantiasa berorientasi dan memprioritaskan kebenaran demi terciptanya sebuah tatanan kebaikan.
Semoga sapa saya kali ini mendapati Kalian semua senantiasa berada dalam samudera pengarungan pengetahuan dan jati diri. Bila kita masih sempat bertemu nanti, semoga saat itu Sahabatku semua yang baik sedang berada dalam kondisi yang dimuliakan dan tidak pernah merasa jenuh meniti jalan kebaikan, sehingga termasuk dalam orang-orang yang pilihan.

Kesempatan ini saya akan berdialektika sekaligus meluangkan waktu sejenak di tengah pelbagai kesibukan masing-masing untuk berkontemplasi terhadap adanya moment religius tahun baru hijriyah atau dalam kebudayaan jawa lebih akrab disebut "Suronan". Sebagian orang barangkali kurang peduli ataupun belum mengetahui esensi dibalik tahun baru hijryah yang memiliki berbagai makna tersebut. Bahkan realita yang sering kali tercuat adalah moment ini hanya diasumsikan sebagai rutinitas tahunan belaka yang tak bermakna. Dan lebih ironisnya lagi ialah tak jarang dari kita yang memanfaatkanya untuk berlomba-lomba bersedekah ataupun melakukan ritual-ritual keagamaan. Namun, sesaat setelah moment tersebut usai, semua itu hilang bak ditelan bumi. Dengan kata lain mungkin lebih tepat disebut sebagai "keshalehan ritual dan sosial yang kondisional".

Padahal menurut Ragib al-Isfahani (w 502 H/1108 M) yakni seorang pakar leksikografi Alquran, menjelaskan, hijryah setidaknya mengandung dua makna. Pertama, secara fisik, adalah seperti hijrah Rasul dari makah ke madinah. Selanjutnya yang Kedua, non fisik atau mental, yakni meninggalkan dominasi syahwat, segala bentuk akhlak tercela dan dosa menuju kebaikan yang diridhai Tuhan (QS.29:26), opini surya senin, 11 desember 2012.

Dari nukilan di atas tertuang jelas sekali bahwa makna tersirat atau hakikat dibalik peringatan ini utamanya lebih merujuk pada peningkatan kualitas diri, yang selanjutnya barulah diaplikasikan pada tatanan sosial secara berkelanjutan, dan tentu saja bukan kondisional. Sebab percuma saja jika pencapaian kualitas diri sudah terpenuhi tapi tak diiringi dengan realisasi. Apalagi jika penekananya hanya pada kesalehan ritual yang kondisional, sama halnya dengan melukis di atas air. Pada akhirnya esensi dari momentum ini akan tersentuh bahkan mendarah daging manakala setiap pribadi telah mampu mencapai tataran berarti seperti yang disebutkan di atas tadi.

Disisi lain bagi masyrakat jawa moment ini tak hanya diperingati seperti yang telah disebutkan di atas namun lebih dari itu juga diiringi dengan adanya pelestarian tradisi maupun budaya. Seperti yang telah kita kenal tradisi genduri, larung sesajen ke laut atau sedekah bumi dll. Bagi orang yang memandang melaui perspektif Theologi atau Keagamaan mungkin akan mengatakan ini merupakan amalan-amalan kesyirikan. Namun jika kita  mau melakukan Tranformasi paradigma berfikir yang lebih komprehensif dalam memandang dan menyikapi suatu hal, pastinya tak akan begitu saja mengatakan demikian. Dengan kata lain, menelaahnya melalui berbagai sudut pandang. Dan untuk mampu seperti itu dengan terpaksa kita harus berani melepas sejenak embel-embel Theologi ataupun Keagamaan. Sebab jika kita masih terikat oleh label keagamaan maka kita tak akan mampu menyelami sesuatu secara mendalam, itu dikarenakan kita tak bisa berfikir dengan "bebas".

Selanjutnya bagi kita yang kebetulan berada dalam ruang lingkup jawa tentunya tidak terlepas dengan budaya-budaya yang telah lama tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat. Seperti salah satunya Suronan itu tadi. Bagi mereka yang telah melestarikan tradisi Suronan pasti tidak terima jika mendengar ada yang mengatakan Suronan harus diobliterasi (tiadakan), sebab mereka mengaggap itu merupakan warisan nenek moyang yang di dalamnya terkandung kearifan nilai-nilai budaya yang harus dilestarikan olehnya dan anak cucu kelak. Oleh karenya mereka sangat menjunjung tinggi adanya tradisi itu. Akan tetapi mungkin sama sekali tidak dihiraukan jika ada yang mengatakan, itu merupakan syirik. Sebab "syirik" mempunyai makna yang luas, tinggal dari sudut pandang mana kita menelaahnya. Dan dengan adanya pengeklaiman tersebut sedikit pun tak mengurangi nilai-nilai yang terkandung. Disamping itu tradisi-tradisi jawa seperti genduri, suronan ataupun lain sebagainya pada hakekatnya telah mengalami alkulturasi antara islam dengan budaya yang bersangkutan itu sendiri. Serta dapat dimaknai sebagai bentuk rasa syukur atau lebih akrab disebut sedekah bumi. Sehingga suatu kesalahan sosial jika saat ini masih ada yang berpandangan sempit seperti itu dan dengan seenaknya sendiri mengatakan ini syirik, itu syirik. Kok kayak Tuhan saja.


Oleh karena itu perlu adanya pandangan yang inklusif, khususnya bagi mereka yang masih senang menganggap dirinya paling benar dan umumnya bagi kita yang cinta akan keragaman. Sebab tanpa adanya hal tersebut tidak menutup kemungkinan satu persatu dari kebudayaan kita akan tergerus serta tertimbun oleh debu-debu yang selanjutnya  menjadi fosil. Sekarang tinggal kita memilih yang mana, tetap mengusung pola fikir ortodoks yang implikasinya hanya melahirkan kemadharatan. Ataukah memilih menjadi orang yang kelebihanya adalah mampu memaknai atas pelbagai hal sebagai bentuk Kemahakuasan Tuhan. Terserah anda memilih yang mana, sebab hidup memang sebuah pilihan dan tak satu pun dari kita yang dapat mengelak dari keharusan untuk memilih.

Saya pribadi sadar bahwa tulisan ini tidaklah cukup untuk menjadi bahan refrensi. Akan tetapi, setidaknya tulisan ini cukup sebagai bahan renungan dan mengantarkan kita pada tindakan yang lebih layak. Serta menjadikan kita pribadi-pribadi yang mampu menyikapi setiap persoalan yang ada secara tepat. Sehingga endingnya dapat meningkatkan kualitas diri sampai tataran yang benar-benar berarti. Semoga.

( jiwa yang sedang berupaya menjadi berarti )

Senin, 05 November 2012

Membuat Kesibukan dalam Kesibukan



Oleh: Liris Larasati
Apa jadinya jika di dunia ini tak ada orang sibuk? Semua orang hanya bermalas-malasan dan tak mengenal pekerjaan. Dan sebaliknya, apa jadinya pula jika di dunia tak ada orang malas? Semua orang selalu sibuk, sibuk dan sibuk. Saking sibuknya sampai-sampai lupa kalau dia punya tetangga. Ya, kedua pertanyaan itu pada dasarnya mengisyaratkan pada kita tentang bagaimana seharusnya kita memposisikan diri agar tak dianggap terlalu sibuk, dan tak pula terlalu malas. Pada dasarnya semua orang di dunia pasti memiliki kesibukan, meskipun katakanlah kesibukanya cuma tidur. Dan tidurpun juga bisa dikatakan sebagai kesibukan. Sebab, kesibukan adalah perihal yang kita lakukan untuk memenuhi kebutuhan. Namun bukan tidur ihwal kesibukan yang saya maksud, akan tetapi tentang kesibukan selain kesibukan kita sehari-hari.

Lantas, bagaimana mungkin bisa membuat kesibukan dalam kesibukan? Sedangkan menghadapi kesibukan yang lazim dilakukan sehari-hari saja sudah kuwalahan. Membuat kesibukan dalam kesibukan bukan berarti menambah kesibukan dikala kita sedang melakukan pekerjaan. Namun yang tepat adalah melakukan pekerjaan lain disela-sela waktu luang pekerjaan yang sedang kita lakukan. Boleh jadi, hampir sama dengan pepatah, "sambil menyelam minum air".

Nah, sebenarnya judul di atas tak sengaja tercetus dan terinspirasi dari pelbagai kisah nyata para orang yang menurut saya luar biasa. Salah satunya adalah seorang TKW inspirator, Eni Kusumawati. Perempuan tamatan SMA asal Banyuwangi ini telah mencatat rekor dalam hidupnya. Pasalnya, TKW Hongkong ini mungkin masih satu-satunya di Indonesia yang telah mengubah hidupnya dari seorang pembantu rumah tangga (PRT) menjadi seorang penulis hebat. Sebagaimana yang dilansir oleh Eko Nurhuda, di tengah kesibukanya mengerjakan pekerjaan rumah mulai dari menyapu, mengepel, memasak, mencuci, mengantarkan anak majikanya sekolah dan  lain sebagainya, dia menyempatkan menulis apapun mulai puisi, cerpen maupun novel. Bahkan seringkali waktu istirahat malamnya harus dia relakan terpotong untuk menulis sebelum tertidur.
Dia mulai merambah dunia kepenulisan dengan bergabung di milis khusus untuk para TKW di Hongkong yang suka menulis. Tulisanya berupa coret-coretan pena di atas lembaran kertas. Begitu ada kesempatan untuk keluar rumah saat mengantarkan anak majikanya sekolah, les atau pergi berbelanja, dia memanfaatkan waktu itu untuk mengetik naskah-naskahnya di perpustakaan atau kantor pos. Coba anda bayangkan, betapa luar biasanya dia. Di tengah padatnya pekerjaan, dia masih bisa memanfaatkan waktu untuk mewujudkan mimpinya. Setelah dia semakin aktif bergeliat di dunia maya sebagai komentator sekaligus penulis pemula akhirnya usahanya itu membuahkan hasil. Dia mendapat perhatian dan bimbingan langsung dari Edy Zaques selaku penulis senior sekaligus moderator di situs motivasi menulis terkenal bernama Pembelajar.com. Tak berselang lama skill dari seorang inspiring woman itu semakin melejit dan kurang lebih enam bulan sejak dia mengenal situs itu akhirnya mimpi besarnya menjadi kenyataan. Buku perdananya yang berjudul “Anda Luar Biasa!!!” terbit dan mendapat apresiasi dari pelbagai tokoh mulai dari penulis, motivator, pengusaha dan lain sebagainya. Sungguh luar biasa bukan. Eni tidak hanya menjadi seorang inspirator bagi para TKW khususnya dan perempuan pada umumnya akan tetapi benar-benar menjadi pelopor dan pendobrak spirit untuk kita semua.
Terlebih tekad kuatnya di tengah himpitan kondisi telah mengajarkan kepada kita bahwa suatu hal yang tampak seperti ketidak mungkinan terkadang justru merupakan pemicu untuk menyulut api semangat dalam mewujudkan impian.

( Lakukanlah apa yang menurutmu paling kamu butuhkan dan terbaik untuk saat ini. Bukankah lebih baik melakukan sesuatu meskipun belum benar daripada tidak melakukan apa-apa.)