Senin, 06 Januari 2014

Mari Kita Belajar Dukung Pemerintah dengan Cara yang Lebih Konstruktif

Menyambut pesta demokrasi Pemilihan Umum "Calon Legislatif" pada 9 April 2014, saya repost tulisan saya  yang telah lama terkubur.

Semoga bermanfaat.
Sering kali saya melihat sebuah wawancara di salah satu stasiun TV swasta nasional, tentang kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah. Kurang lebih komentarnya seperti ini:

“Waktu Pemilu aja janjinya mau membangun dan memperbaiki daerah ini. Tapi lihat deh, sampai sekarang jalan dekat rumah saya masih saja hancur total. Makan tuh janji, dasar pejabat otaknya KORUPSI aja, ga pernah mikirin rakyat!”

Tak asing bukan dengan keluhan masyarakat yang seperti itu?
Telingaku ini sudah tuli mungkin saking bosannya mendengar keluhan macam itu, dimana rakyat selalu kecewa dengan kinerja pejabat/pemerintah. Sedikit-sedikit ada keluhan, sedikit-sedikit keluhan, entah memang karna pejabatnya yang nakal atau rakyatnya yang belum mengerti dan kooperatif?

“Suatu pemerintahan yang berhasil itu tidak serta merta karena aparatur pemerintahan yang bisa diandalkan, melainkan baru akan berhasil bila terjadi komunikasi dan kerjasama yang baik antara aparatur pemerintahan dengan masyarakatnya”

Oke, saya tegaskan dulu (sebelum tulisannya lebih jauh), bahwa posisi saya di sini bukan mau menjatuhkan posisi masyarakat, apalagi mau pro-pemerintah. Saya hanya berusaha membuka sudut pandang lain tentang apa yang terjadi di lapangan, dan menuangkannya dalam bentuk tulisan, sehingga terjadi pertukaran pikiran yang menciptakan pemikiran yang lebih luas. Dan saya akan sangat senang bila ada sudut pandang lain yang membangun dari kalian, teman-teman pembaca.
Ok, kita kritisi dari awal.

PERTAMA
Pemilu di Indonesia saat ini sudah memakai sistem pemilihan langsung, dimana rakyat menjadi aktor utama yang menentukan siapa yang akan terpilih untuk menduduki singgasana terhormat tersebut. Jika sistem itu berjalan sesuai prosedur tanpa ada manipulasi, maka sistem pemilu tersebut sudah cukup adil bukan?
Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.
Tapi itu kan masih hitam di atas putih, sebatas teori.
Mari kita buka mata dan hati mengenai apa yang terjadi di lapangan?
Rakyat sendiri lah yang mengotori sistem tersebut, Sebagian besar rakyat Indonesia, baik Pemilu skala nasional, provinsi, serta kotamadya/kabupaten (apalagi), mereka tanpa pikir panjang bersedia melacurkan haknya dengan lembaran 50ribuan atau 100ribuan.
Ironis, mengingat lembaran itu ditukar untuk 5 tahun masa jabatan, bukan untuk satu hari itu saja.
Coba pikir, pemimpin mana yang ending pemerintahannya akan happy ending, kalau di awal pemerintahan harus berani berhutang senilai Milyaran rupiah*

KEDUA
Masyarakat saat ini jarang melihat pemerintah dari visi dan misi pemerintahannya. Padahal itu merupakan grand design akan seperti apa daerah itu selama 5 tahun masa jabatannya. Dan perlu diingat bahwa sebuah pemerintahan tidak mungkin bisa maju di semua bidang dalam waktu bersamaan, pasti ada prioritas bidang mana yang akan lebih dikembangkan.
Jadi sebelum melakukan protes semacam jalan di desa yang masih rusak, atau protes tentang sekolah yang tidak kunjung diperbaiki juga genteng yang bocornya, ada baiknya kita bernostalgia sejenak: Apakah kita adalah salah satu orang yang memilih beliau saat Pemilu kemarin? Sudahkah kita memahami visi dan misinya sebelum memilih? Sesuaikah visi dan misi yang diungkapkan dengan apa yang daerah kita atau negara kita butuhkan saat ini?
Jika sudah barulah kita lihat, apakah dalam masa pemerintahannya saat ini, visi dan misi tersebut sudah dilaksanakan. Jangan sampai anda menjadi orang yang mencontreng pemimpin dengan visi misi yang memprioritaskan bidang kesenian, namun saat beliau menjabat anda meminta menuntut pengembangan pertanian yang signifikan. Ga nyambung kan.

KETIGA
Biasakan untuk memahami dulu payung hukumnya dan mekanisme pelaksanaan program tersebut. Ini wajib hukumnya, karena ini berkaitan dengan “siapa pihak yang bermasalah” dan “bolehkah program ini dilakukan”. Jangan sampai anda menjadi tukang protes yang selalu berdiri di garda terdepan tapi tidak pernah mengerti duduk permasalahannya.
Perlu diperhatikan, bahwa pemerintah itu tidak mungkin melakukan sesuatu tanpa payung hukum dan mematuhi peraturan yang berlaku. Apapun itu pasti harus ada payung hukumnya. Pasti harus ada payung hukumnya, saya bantu bold. Jadi bila kita ingin menjadi masyarakat yang cerdas, dalam melakukan protes atau demo, haruslah kita cermati dulu apakah tindakan pemerintah tersebut sudah ada payung hukumnya? Adakah peraturan yang dilanggar? Jangan sampai justru kritikan dan masukan kita lah yang melawan aturan yang berlaku.
Mengenai mekanisme pelaksanaan program, ini juga penting. Suatu program pemerintah pasti memiliki mekanisme pelaksanaan yang melibatkan dinas, bagian, dan instansi. Dan ini pasti akan memerlukan waktu dalam pelaksanaannya. Hal ini karena dalam pemerintahan ada yang namanya birokrasi. Dan itu tidak boleh diabaikan. Ini penting kita pahami agar kita tahui bagian yang mana yang salah dan perlu diperbaiki dalam pelaksanaan program. Sehingga kritik dan saran yang kita berikan bersifat membangun, tidak sekedar protes tanpa solusi.

KESIMPULAN
Evaluasi, perbaikan, dan dukungan masyarakat adalah sesuatu yang mutlak adanya dalam menjalankan pemerintahan, dan ketiga hal ini haruslah seimbang. Tidak boleh ada yang terlalu dominan, dan tidak boleh juga ada yang terlalu minor.
Protes masyarakat yang sering terjadi belakangan ini lebih sering bersifat tidak membangun, atau bisa dibilang masyarakat kurang sadar untuk ikut berpartisifatif dalam pembangunan daerah dan negaranya. Partisipasi yang dimaksud di sini adalah kesadaran dalam memahami apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh lingkungan, daerah, atau negaranya. Partisipasi yang dimaksud juga mencakup kemauan masyarakat untuk turut serta bersama-sama pemerintah membangun daerah dan negaranya, tidak hanya mengandalkan pemerintah dan kemudian menyalahkan sepenuhnya kegagalan pemerintah.
Harus disadari bersama bahwa kegagalan pembangunan daerah dan nasional bukanlah semata-mata kegagalan pemerintah, namun kegagalan kita bersama. Dan pola pikir yang menyudutkan pemerintah ketika terjadi permasalahan pembangunan haruslah mulai diganti dengan pola pikir:

“Tindakan apa yang KITA BERSAMA-SAMA harus lakukan untuk menanggulangi permasalahan ini?”

Menyudutkan pemerintah bukanlah suatu jawaban untuk memecahkan semua permasalahan dan justru ke arah pergerakan yang destruktif, karena pemerintah justru akan menjadi sulit untuk bergerak tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat. Semua program, meskipun itu bagus tetap akan terlihat busuk di mata masyarakat, karena masyarakat cenderung telah berpikir underestimate.
Jangankan pemerintah, anda pun sebagai seorang individu pasti akan merasakan efek yang besar pada kinerja ketika lingkungan meng-underestimate kemampuan anda dan tidak adanya dukungan dari lingkungan. Bandingkan dengan lingkungan kerja yang selalu mendukung dan memberikan atmosfer positif, pasti kinerja anda akan lebih baik.
Daerah/negara kita saat ini butuh solusi yang bersifat konstruktif untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapinya saat ini, dan itu hanya akan muncul bila kita bekerjasama dengan baik: pemerintah dan masyarakat.

 Diadjeng Larasati
 @larasli