Menyambut pesta demokrasi Pemilihan Umum "Calon Legislatif" pada 9 April 2014, saya repost tulisan saya yang telah lama terkubur.
Semoga bermanfaat.
Sering kali saya melihat sebuah wawancara di salah satu stasiun TV
swasta nasional, tentang kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah.
Kurang lebih komentarnya seperti ini:
“Waktu Pemilu aja janjinya mau membangun dan memperbaiki daerah ini.
Tapi lihat deh, sampai sekarang jalan dekat rumah saya masih saja
hancur total. Makan tuh janji, dasar pejabat otaknya KORUPSI aja, ga
pernah mikirin rakyat!”
Tak asing bukan dengan keluhan masyarakat yang seperti itu?
Telingaku ini sudah tuli mungkin saking bosannya mendengar keluhan macam
itu, dimana rakyat selalu kecewa dengan kinerja pejabat/pemerintah.
Sedikit-sedikit ada keluhan, sedikit-sedikit keluhan, entah memang karna
pejabatnya yang nakal atau rakyatnya yang belum mengerti dan
kooperatif?
“Suatu pemerintahan yang berhasil itu tidak serta merta
karena aparatur pemerintahan yang bisa diandalkan, melainkan baru akan
berhasil bila terjadi komunikasi dan kerjasama yang baik antara aparatur
pemerintahan dengan masyarakatnya”
Oke, saya tegaskan dulu (sebelum tulisannya lebih jauh), bahwa posisi
saya di sini bukan mau menjatuhkan posisi masyarakat, apalagi mau
pro-pemerintah. Saya hanya berusaha membuka sudut pandang lain tentang
apa yang terjadi di lapangan, dan menuangkannya dalam bentuk tulisan,
sehingga terjadi pertukaran pikiran yang menciptakan pemikiran yang
lebih luas. Dan saya akan sangat senang bila ada sudut pandang lain yang
membangun dari kalian, teman-teman pembaca.
Ok, kita kritisi dari awal.
PERTAMA
Pemilu di Indonesia saat ini sudah memakai sistem pemilihan langsung,
dimana rakyat menjadi aktor utama yang menentukan siapa yang akan
terpilih untuk menduduki singgasana terhormat tersebut. Jika sistem itu
berjalan sesuai prosedur tanpa ada manipulasi, maka sistem pemilu
tersebut sudah cukup adil bukan?
Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.
Tapi itu kan masih hitam di atas putih, sebatas teori.
Mari kita buka mata dan hati mengenai apa yang terjadi di lapangan?
Rakyat sendiri lah yang mengotori sistem tersebut, Sebagian besar rakyat
Indonesia, baik Pemilu skala nasional, provinsi, serta
kotamadya/kabupaten (apalagi), mereka tanpa pikir panjang bersedia melacurkan haknya dengan lembaran 50ribuan atau 100ribuan.
Ironis, mengingat lembaran itu ditukar untuk 5 tahun masa jabatan, bukan untuk satu hari itu saja.
Coba pikir, pemimpin mana yang ending pemerintahannya akan happy ending, kalau di awal pemerintahan harus berani berhutang senilai Milyaran rupiah*
KEDUA
Masyarakat saat ini jarang melihat pemerintah dari visi dan misi pemerintahannya. Padahal itu merupakan grand design
akan seperti apa daerah itu selama 5 tahun masa jabatannya. Dan perlu
diingat bahwa sebuah pemerintahan tidak mungkin bisa maju di semua
bidang dalam waktu bersamaan, pasti ada prioritas bidang mana yang akan
lebih dikembangkan.
Jadi sebelum melakukan protes semacam jalan di desa yang masih rusak,
atau protes tentang sekolah yang tidak kunjung diperbaiki juga genteng
yang bocornya, ada baiknya kita bernostalgia sejenak: Apakah kita adalah
salah satu orang yang memilih beliau saat Pemilu kemarin? Sudahkah kita
memahami visi dan misinya sebelum memilih? Sesuaikah visi dan misi yang
diungkapkan dengan apa yang daerah kita atau negara kita butuhkan saat
ini?
Jika sudah barulah kita lihat, apakah dalam masa pemerintahannya saat
ini, visi dan misi tersebut sudah dilaksanakan. Jangan sampai anda
menjadi orang yang mencontreng pemimpin dengan visi misi yang
memprioritaskan bidang kesenian, namun saat beliau menjabat anda meminta
menuntut pengembangan pertanian yang signifikan. Ga nyambung kan.
KETIGA
Biasakan untuk memahami dulu payung hukumnya dan mekanisme pelaksanaan
program tersebut. Ini wajib hukumnya, karena ini berkaitan dengan “siapa pihak yang bermasalah” dan “bolehkah program ini dilakukan”.
Jangan sampai anda menjadi tukang protes yang selalu berdiri di garda
terdepan tapi tidak pernah mengerti duduk permasalahannya.
Perlu diperhatikan, bahwa pemerintah itu tidak mungkin melakukan sesuatu
tanpa payung hukum dan mematuhi peraturan yang berlaku. Apapun itu
pasti harus ada payung hukumnya. Pasti harus ada payung hukumnya,
saya bantu bold. Jadi bila kita ingin menjadi masyarakat yang cerdas,
dalam melakukan protes atau demo, haruslah kita cermati dulu apakah
tindakan pemerintah tersebut sudah ada payung hukumnya? Adakah peraturan
yang dilanggar? Jangan sampai justru kritikan dan masukan kita lah yang
melawan aturan yang berlaku.
Mengenai mekanisme pelaksanaan program, ini juga penting. Suatu program
pemerintah pasti memiliki mekanisme pelaksanaan yang melibatkan dinas,
bagian, dan instansi. Dan ini pasti akan memerlukan waktu dalam
pelaksanaannya. Hal ini karena dalam pemerintahan ada yang namanya
birokrasi. Dan itu tidak boleh diabaikan. Ini penting kita pahami agar
kita tahui bagian yang mana yang salah dan perlu diperbaiki dalam
pelaksanaan program. Sehingga kritik dan saran yang kita berikan
bersifat membangun, tidak sekedar protes tanpa solusi.
KESIMPULAN
Evaluasi, perbaikan, dan dukungan masyarakat adalah sesuatu yang mutlak
adanya dalam menjalankan pemerintahan, dan ketiga hal ini haruslah
seimbang. Tidak boleh ada yang terlalu dominan, dan tidak boleh juga ada
yang terlalu minor.
Protes masyarakat yang sering terjadi belakangan ini lebih sering
bersifat tidak membangun, atau bisa dibilang masyarakat kurang sadar
untuk ikut berpartisifatif dalam pembangunan daerah dan negaranya.
Partisipasi yang dimaksud di sini adalah kesadaran dalam memahami apa
yang sebenarnya dibutuhkan oleh lingkungan, daerah, atau negaranya.
Partisipasi yang dimaksud juga mencakup kemauan masyarakat untuk turut
serta bersama-sama pemerintah membangun daerah dan negaranya, tidak
hanya mengandalkan pemerintah dan kemudian menyalahkan sepenuhnya
kegagalan pemerintah.
Harus disadari bersama bahwa kegagalan pembangunan daerah dan nasional
bukanlah semata-mata kegagalan pemerintah, namun kegagalan kita bersama.
Dan pola pikir yang menyudutkan pemerintah ketika terjadi permasalahan
pembangunan haruslah mulai diganti dengan pola pikir:
“Tindakan apa yang KITA BERSAMA-SAMA harus lakukan untuk menanggulangi permasalahan ini?”
Menyudutkan pemerintah bukanlah suatu jawaban untuk memecahkan semua
permasalahan dan justru ke arah pergerakan yang destruktif, karena
pemerintah justru akan menjadi sulit untuk bergerak tanpa adanya
kepercayaan dari masyarakat. Semua program, meskipun itu bagus tetap
akan terlihat busuk di mata masyarakat, karena masyarakat cenderung
telah berpikir underestimate.
Jangankan pemerintah, anda pun sebagai seorang individu pasti akan
merasakan efek yang besar pada kinerja ketika lingkungan meng-underestimate
kemampuan anda dan tidak adanya dukungan dari lingkungan. Bandingkan
dengan lingkungan kerja yang selalu mendukung dan memberikan atmosfer
positif, pasti kinerja anda akan lebih baik.
Daerah/negara kita saat ini butuh solusi yang bersifat konstruktif untuk
menjawab tantangan-tantangan yang dihadapinya saat ini, dan itu hanya
akan muncul bila kita bekerjasama dengan baik: pemerintah dan masyarakat.
Diadjeng Larasati
@larasli