Jumat, 27 Juni 2014

MMM Indonesia, Penipuan Baru yang Meresahkan

Akhir-akhir ini ada banyak sekali teman-teman yang membicarakan MMM Indonesia. Tentang (katanya) bisnis online yang menawarkan profit share 30% perbulan. Sungguh tawaran yang sangat menggiurkan, bahkan Bank nasional maupun internasional (setahu saya) belum ada yang mampu menawarkan profit share 30% perbulan. 
Berikut ini penawaran yang sempat saya baca di beberapa postingan (promosi) teman-teman facebook: 


Suatu Konsep Baru Ekonomi Dunia Yang Jauh Lebih Fair Di Banding Sistem Ekonomi Kapitalis
Yang Telah Memberikan Kontribusi Bagi Kesenjangan Ekonomi Yang sangat lebar Antara si Kaya dan si Miskin.
Kini Telah Hadir Suatu Sistem Yang Jauh Lebih Adil MMM (MANUSIA MEMBANTU MANUSIA)
Suatu Konsep Yang Unik dan Satu-Satunya di DuniaYang Menggunakan People Power Sehingga Memberikan Suatu Potensi Penghasilan Yang Luar Biasa Bagi Anggotanya Puluhan Juta Orang Telah Menikmati Kedahsyatan Program Ini 35.000.000 lebih Member MMM Seluruh Dunia Telah Membuktikannya.
MMM TIDAK MENGEMBANGKAN UANG ANDA Tidak Ada Pengembangan Uang Member di MMM, Uang Member Tidak Diputar Di Trading atau Usaha-Usaha Yang Menghasilkan Keuntungan Uang Member MMM 100% Murni Disalurkan. Dalam Bentuk Bantuan Antar Member MMM Dari Member Untuk Member oleh Member Untuk Kejahteraan Bersama. Mungkin Anda bertanya dari mana Reward 30%/bulan yang diberikan kepada Member dari dana bantuan yang dia memberi kepada member lain ?Reward 30%/bulan yang diberikan MMM dari Dana bantuan member MMM kepada member lain murni diambil dari pendistribusian uang bebas member MMM dalam bentuk bantuan dengan mekanisme tertentuUANG BEBAS adalah uang masyarakat yang tidak terpakai,selama ini masyarakat menyimpan uang bebasnya di bank.


Ini hanya salah satu model postingan teman di facebook. Ada banyak lagi model promosinya dengan kata yang wah dan memikat. Mari sejenak kita gunakan akal, sebagai manusia yang waras.

Jika uang tersebut tidak didagangkan, dari mana 30% bisa kita dapat dalam sebulan? Jawabanya adalah dari member untuk member. Jadi kalau diibaratkan, hari ini saya membantu 1 juta member MMM, bulan depan saya akan dapat 1.3 juta dari member MMM lainnya yang saya ga tau siapa. Berlaku kebalikan, jika hari ini saya dibantu 1.3juta, itu artinya ada member MMM di luar sana yang mau memberi bantuan 1.3 juta dan berharap bulan depan dia bisa mendapat 1.3 juta plus 30%.

Dari sini saja sudah sangat tidak masuk akal. Uang akan begitu saja berputar menunggu pendatang baru sebagai pensubsidi 30%, member lama juga dipastikan akan terus menambah jumlah nominalnya (deposit + 30%).

Pertanyaanya adalah jika membernya itu-itu saja, dengan deposit yang tak pernah ditambah, semua member kompak mengambil keuntungan 30%, apakah ini masih bisa berjalan? Pasti nggak. ‘Bisnis’ online ini akan mati dan semua member tidak akan mendapat 30% nya. Jika ini terjadi, tentu semua member MMM harus bersyukur, karena ini adalah skenario terbaik yang ga mungkin terjadi. Terbaik? Yup ini nasib paling baik jika kalian tetap mendapat uang deposit tanpa 30% yang dijanjikan. Karena skenario yang 99% terjadi adalah kalian akan kehilangan semua uang yang kalian setorkan, jika tidak berhenti sekarang (menarik deposit dan 30%nya).

Memang akan selalu ada orang yang bergabung. Seperti bola salju yang menggelinding, semakin lama akan semakin besar. Karena di negeri ini masih banyak orang yang bisa dibodohi. ‘Bisnis’ ini saya taksir paling lama akan bertahan sampai 6 bulan ke depan. Dan setelahnya ditutup.

Prediksi saya, ‘bisnis’ ini ditutup bukan karena sudah tidak ada lagi yang menyetorkan uangnya, tapi ditutup karena sudah mencapai target si pemilik. Kemungkinan dalang dari semua ini punya target (entah berapa milyar atau triliun) yang jika sudah tersentuh, maka dia akan menutup dan menikmati hasil jarahanya.

Tapi saya tau teman-teman saya itu ga akan menghiraukan himbauan ini. Karena mereka hanya mementingkan kantong dan penghasilan yang wah, tanpa mau berfikir logis. Pada dasarnya, dalam hal apapun, baik itu bisnis, hubungan asmara atau politik, kita harus selalu mendengar dari dua sisi. Negatif dan positif. Jika kita hanya mau mendengar yang positif saja, maka akan tiba waktunya kita akan menyesal dan terpuruk. Sama seperti partai sebelah yang para kadernya sudah tak mau percaya media nasional. Ehem.

Menegur, mengingatkan atau apalah namanya, hanya akan membuat hubungan pertemanan merenggang. Saya pernah mengalaminya. Saya masih ingat sekali ketika hampir semua teman facebook mempromosikan Wazzub. Kalau tak salah tahun 2012. Langsung saya counter attack dengan analisa logis. Dengan harapan mereka mau bertaubat dan berhenti, karena meskipun Wazzub tidak meminta membernya uang, tapi akan sangat menyakitkan rasanya jika mereka sudah berusaha wara-wiri mencari downline, kemudian tak dapat apa-apa.

Tapi begitulah, saat ini 70% dari mereka masih belum mau berkomunikasi dengan saya lewat FB (satu-satunya media sosial yang menghubungkan kami sejak 2010). Semua mereka marah saat saya komentari, menganggap saya ga mau diajak sukses. Tapi akhirnya semua orang tau kalau Wazzub memang scam. Dan teman-teman saya tersebut sebagian besar sampai saat ini masih diem-dieman. Mungkin mereka masih marah, mungkin juga malu. Entahlah.
 
Untuk MMM ini saya ga akan menegur dengan terlalu keras, saya cukup mengatakan “hati-hati penipuan” lewat fitur inbox. Karena kalau saya memaksa mendebat dan mereka kalah argumen, mungkin saya akan kehilangan lebih banyak teman lagi. Karena kalah dalam perdebatan dan dilihat oleh orang-orang yang mereka kenal, mungkin adalah hal yang sangat memalukan.


Jadi ketika saya dibombardir iklan MMM, saya jawab diplomatis “nanti saya fikirkan, lagi di jalan nih”. Atau kalau sudah berkali-kali inbox berikut kata-kata motivasinya, saya jawab dengan kalimat yang membuat mereka berhenti mengajak saya “saya naruh di Bank XXX sekian juta, tiap bulan dapat sekian juta. Alhamdulillah cukup dan saya belum mau mencari usaha sampingan”. Meski kemudian ada yang malah tambah semangat mengajak dan menyarankan semua uang saya ditarik. Yang lagi-lagi saya jawab dengan santun “sudah kontrak bro sampai tahun depan. Nanti kalah habis kontrak saya join deh ya” tentu saja teman saya ini ga akan mengajak join MMM tahun depan karena insyaallah dia sudah sadar. Hihihihi

Jika kekayaan bisa didapat dari cara yang sangat mudah dan sederhana, dengan cara yang semua orang bisa lakukan asal ada modal, maka ga akan ada yang namanya orang miskin. Karena bank komersil sampai rentenir menjajakan dana pinjaman lebih dari 7 hari seminggu. Bayangkan kalau ini benar, setiap orang miskin diberi pinjaman 10 juta, maka dalam 3 bulan saja sudah balik modal. Dan mereka tak miskin lagi. Alangkah indahnya hidup ini? Tapi itu hanya mimpi yang ga akan pernah terjadi.

Persetan dengan istilah uang bebas yang kalian para member MMM maksud, itu hanya teori absurd yang kalain ciptakan sendiri.

Semoga cerita ini bermanfaat bagi kita semua. Untuk Indonesia yang lebih cerdas.


Senin, 06 Januari 2014

Mari Kita Belajar Dukung Pemerintah dengan Cara yang Lebih Konstruktif

Menyambut pesta demokrasi Pemilihan Umum "Calon Legislatif" pada 9 April 2014, saya repost tulisan saya  yang telah lama terkubur.

Semoga bermanfaat.
Sering kali saya melihat sebuah wawancara di salah satu stasiun TV swasta nasional, tentang kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah. Kurang lebih komentarnya seperti ini:

“Waktu Pemilu aja janjinya mau membangun dan memperbaiki daerah ini. Tapi lihat deh, sampai sekarang jalan dekat rumah saya masih saja hancur total. Makan tuh janji, dasar pejabat otaknya KORUPSI aja, ga pernah mikirin rakyat!”

Tak asing bukan dengan keluhan masyarakat yang seperti itu?
Telingaku ini sudah tuli mungkin saking bosannya mendengar keluhan macam itu, dimana rakyat selalu kecewa dengan kinerja pejabat/pemerintah. Sedikit-sedikit ada keluhan, sedikit-sedikit keluhan, entah memang karna pejabatnya yang nakal atau rakyatnya yang belum mengerti dan kooperatif?

“Suatu pemerintahan yang berhasil itu tidak serta merta karena aparatur pemerintahan yang bisa diandalkan, melainkan baru akan berhasil bila terjadi komunikasi dan kerjasama yang baik antara aparatur pemerintahan dengan masyarakatnya”

Oke, saya tegaskan dulu (sebelum tulisannya lebih jauh), bahwa posisi saya di sini bukan mau menjatuhkan posisi masyarakat, apalagi mau pro-pemerintah. Saya hanya berusaha membuka sudut pandang lain tentang apa yang terjadi di lapangan, dan menuangkannya dalam bentuk tulisan, sehingga terjadi pertukaran pikiran yang menciptakan pemikiran yang lebih luas. Dan saya akan sangat senang bila ada sudut pandang lain yang membangun dari kalian, teman-teman pembaca.
Ok, kita kritisi dari awal.

PERTAMA
Pemilu di Indonesia saat ini sudah memakai sistem pemilihan langsung, dimana rakyat menjadi aktor utama yang menentukan siapa yang akan terpilih untuk menduduki singgasana terhormat tersebut. Jika sistem itu berjalan sesuai prosedur tanpa ada manipulasi, maka sistem pemilu tersebut sudah cukup adil bukan?
Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.
Tapi itu kan masih hitam di atas putih, sebatas teori.
Mari kita buka mata dan hati mengenai apa yang terjadi di lapangan?
Rakyat sendiri lah yang mengotori sistem tersebut, Sebagian besar rakyat Indonesia, baik Pemilu skala nasional, provinsi, serta kotamadya/kabupaten (apalagi), mereka tanpa pikir panjang bersedia melacurkan haknya dengan lembaran 50ribuan atau 100ribuan.
Ironis, mengingat lembaran itu ditukar untuk 5 tahun masa jabatan, bukan untuk satu hari itu saja.
Coba pikir, pemimpin mana yang ending pemerintahannya akan happy ending, kalau di awal pemerintahan harus berani berhutang senilai Milyaran rupiah*

KEDUA
Masyarakat saat ini jarang melihat pemerintah dari visi dan misi pemerintahannya. Padahal itu merupakan grand design akan seperti apa daerah itu selama 5 tahun masa jabatannya. Dan perlu diingat bahwa sebuah pemerintahan tidak mungkin bisa maju di semua bidang dalam waktu bersamaan, pasti ada prioritas bidang mana yang akan lebih dikembangkan.
Jadi sebelum melakukan protes semacam jalan di desa yang masih rusak, atau protes tentang sekolah yang tidak kunjung diperbaiki juga genteng yang bocornya, ada baiknya kita bernostalgia sejenak: Apakah kita adalah salah satu orang yang memilih beliau saat Pemilu kemarin? Sudahkah kita memahami visi dan misinya sebelum memilih? Sesuaikah visi dan misi yang diungkapkan dengan apa yang daerah kita atau negara kita butuhkan saat ini?
Jika sudah barulah kita lihat, apakah dalam masa pemerintahannya saat ini, visi dan misi tersebut sudah dilaksanakan. Jangan sampai anda menjadi orang yang mencontreng pemimpin dengan visi misi yang memprioritaskan bidang kesenian, namun saat beliau menjabat anda meminta menuntut pengembangan pertanian yang signifikan. Ga nyambung kan.

KETIGA
Biasakan untuk memahami dulu payung hukumnya dan mekanisme pelaksanaan program tersebut. Ini wajib hukumnya, karena ini berkaitan dengan “siapa pihak yang bermasalah” dan “bolehkah program ini dilakukan”. Jangan sampai anda menjadi tukang protes yang selalu berdiri di garda terdepan tapi tidak pernah mengerti duduk permasalahannya.
Perlu diperhatikan, bahwa pemerintah itu tidak mungkin melakukan sesuatu tanpa payung hukum dan mematuhi peraturan yang berlaku. Apapun itu pasti harus ada payung hukumnya. Pasti harus ada payung hukumnya, saya bantu bold. Jadi bila kita ingin menjadi masyarakat yang cerdas, dalam melakukan protes atau demo, haruslah kita cermati dulu apakah tindakan pemerintah tersebut sudah ada payung hukumnya? Adakah peraturan yang dilanggar? Jangan sampai justru kritikan dan masukan kita lah yang melawan aturan yang berlaku.
Mengenai mekanisme pelaksanaan program, ini juga penting. Suatu program pemerintah pasti memiliki mekanisme pelaksanaan yang melibatkan dinas, bagian, dan instansi. Dan ini pasti akan memerlukan waktu dalam pelaksanaannya. Hal ini karena dalam pemerintahan ada yang namanya birokrasi. Dan itu tidak boleh diabaikan. Ini penting kita pahami agar kita tahui bagian yang mana yang salah dan perlu diperbaiki dalam pelaksanaan program. Sehingga kritik dan saran yang kita berikan bersifat membangun, tidak sekedar protes tanpa solusi.

KESIMPULAN
Evaluasi, perbaikan, dan dukungan masyarakat adalah sesuatu yang mutlak adanya dalam menjalankan pemerintahan, dan ketiga hal ini haruslah seimbang. Tidak boleh ada yang terlalu dominan, dan tidak boleh juga ada yang terlalu minor.
Protes masyarakat yang sering terjadi belakangan ini lebih sering bersifat tidak membangun, atau bisa dibilang masyarakat kurang sadar untuk ikut berpartisifatif dalam pembangunan daerah dan negaranya. Partisipasi yang dimaksud di sini adalah kesadaran dalam memahami apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh lingkungan, daerah, atau negaranya. Partisipasi yang dimaksud juga mencakup kemauan masyarakat untuk turut serta bersama-sama pemerintah membangun daerah dan negaranya, tidak hanya mengandalkan pemerintah dan kemudian menyalahkan sepenuhnya kegagalan pemerintah.
Harus disadari bersama bahwa kegagalan pembangunan daerah dan nasional bukanlah semata-mata kegagalan pemerintah, namun kegagalan kita bersama. Dan pola pikir yang menyudutkan pemerintah ketika terjadi permasalahan pembangunan haruslah mulai diganti dengan pola pikir:

“Tindakan apa yang KITA BERSAMA-SAMA harus lakukan untuk menanggulangi permasalahan ini?”

Menyudutkan pemerintah bukanlah suatu jawaban untuk memecahkan semua permasalahan dan justru ke arah pergerakan yang destruktif, karena pemerintah justru akan menjadi sulit untuk bergerak tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat. Semua program, meskipun itu bagus tetap akan terlihat busuk di mata masyarakat, karena masyarakat cenderung telah berpikir underestimate.
Jangankan pemerintah, anda pun sebagai seorang individu pasti akan merasakan efek yang besar pada kinerja ketika lingkungan meng-underestimate kemampuan anda dan tidak adanya dukungan dari lingkungan. Bandingkan dengan lingkungan kerja yang selalu mendukung dan memberikan atmosfer positif, pasti kinerja anda akan lebih baik.
Daerah/negara kita saat ini butuh solusi yang bersifat konstruktif untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapinya saat ini, dan itu hanya akan muncul bila kita bekerjasama dengan baik: pemerintah dan masyarakat.

 Diadjeng Larasati
 @larasli