Rabu, 03 Juli 2024

Ambivalensi Disaat Kesepian Diri

 Oleh: Larasati Liris

Image Source: Medcom.id

Kesendirian, ketenangan maupun kesunyian memang situasi dan kondisi yang seringkali menjadi dambaan banyak orang. Karena dari situlah seseorang dapat berfikir dengan jernih atau merenung sejenak atas berbagai hal yang telah atau akan dialaminya. Apalagi jika dia adalah tergolong orang yang tidak bisa berkonsentrasi ketika situasi disekitarnya tidak kondusif, pastinya kesendirian dan ketenangan itulah yang selalu menjadi pengharapanya. Akan tetapi beda lagi perkaranya jika dalam kesendirian ternyata justru mengakibatkan seseorang kembali mengingat masa-masa yang "kelam". Saat dimana ia hanya terkurung oleh kesenangan atau kenikmatan duniawi yang meninabobokannya. Dan cenderung menihilkan segala sesuatu yang ada disekitarnya. Memang masa lalu yang tak terang atau sedikit redup tidak selalu menjadi ukiran sejarah yang tak patut untuk diingat. Karena bisa saja setelah mengambil hikmah dari serentetan perjalanan masa lalu itu, seseorang akan bangun, bangkit atau keluar dari belenggu kotak pandora hitam tersebut.
Namun sekali lagi, hal demikian tidaklah selalu menyertai setiap pribadi. Atau okelah kita anggap saja banyak orang mampu bersikap lebih baik setelah mengaca dari masa lalunya. Singkatnya, kehidupanya sudah sedikit berarti ketimbang hari kemarin. Tapi diakui atau tidak disisi lain masa lalunya itu kadangkala akan kembali menyemburat tatkala ia sedang dalam kondisi sendiri atau tidak sedang memikirkan sesuatu yang mungkin lumayan memusingkan. Perasaan yang timbul dari hati, yang banyak orang namai dengan istilah "cinta". Banyak orang yang mengelu-elukanya dan tidak sedikit pula yang tersiksa olehnya. Hambar memang makna integritasnya, sehambar kandungan makna kasih sayang itu sendiri dalam konteks percintaan remaja saat ini. Sehingga tak aneh jika sampai sekarang masih banyak orang yang belum mampu menelaah secara hakiki atas apa yang mereka alami dan rasai itu.

Tatkala kita sudah beranjak dan nampak lebih baik dengan jubah ketegaran, suatu ketika disaat kesendirian, kita kembali dijerat oleh perasaan yang melemahkan dan menggerogoti setiap pundi-pundi keberartian diri. Disatu sisi kita takut untuk merajut kembali, tapi disisi lain sangat mengharap momen itu singgah lagi. Ambivalensi, iya itulah sebutan tepatnya. Atau sering juga disebut sebuah pertentangan perasaan. Antara penolakan dan pengharapan, bak dua sisi mata pisau yang berbeda tapi juga sama. Lalu bagaimanakah kita mengatasi perasaan itu jika suatu ketika datang menyerbu? Meskipun kadangkala juga dibuatnya chaos (kalangkabut).
Sebab saat saya mengalami pergolatan perasaan itu saya selalu merasa bahwa ternyata diri ini memang tak ada apa-apanya. Sekuat, setegar, seangkuh ataupun se-idealis apapun seseorang pasti punya sisi kelemahan jika sudah berurusan dengan hati. Sehingga saya maknai sesuatu yang sulit dimaknai itu sebagai perihal yang manusiawi. Sebagai bentuk lelucon yang dibuat oleh segelintir mahkluk-mahkluk hipokrit. Dan tentu saja juga merupakan penggalan sandiwara yang dibuat Tuhan untuk kita. Jadi biarkan saja itu berlalu sebagaimana adanya, toh memory tersebut juga akan tertimbun lagi ketika kita sudah kembali beraktivitas atau memikirkan hal lain yang lebih penting. Jadi singkatnya, kondisi semacam itu hanya bersifat kondisional.


Jadi jika sebatas kata memang cinta itu buta, tapi jika sebagai fakta, dimana letak kebutaanya? Bukankah itu kesadaran yang nyata dan yang nyata itu pasti jelas ada. Atau mungkin buta yang dimaksud adalah cenderung menunjukkan hal lain disekitarnya kah? Jika memang seperti itu, berarti ia terjebak dalam definisi cinta sebagai kata dan bukan fakta.
Selanjutnya, ada yang menganggap telah dibutakan oleh cinta, (ah bosan saya sebenarnya menyebut kata itu-itu lagi, adakah nama lain selain itu?). Coba pikir, apakah mungkin sebuah kata bisa "membutakan" seseorang atau bahkan fakta sekalipun. Jika yang namanya fakta itu adalah sesuatu yang telah kita alami, rasakan dan pahami. Lantas kenapa kita masih "dibutakan" ?? Bukankah itu adalah kenyataan yang memang harus kita hadapi dan lalui, terlepas kita kehendaki atau tidak. Jadi kita sendirilah yang sebenarnya "membutakan" diri, tidak mau menerima kenyataan, akibat kekecewaan atau mungkin letupan kegembiraan yang berlebihan. Inilah kekeliruan pemaknaan yang sudah terlanjur menjamur dan tidak disadari atau berupaya menyadarinya. Dan kiranya sampai disitu saja telaah saya atas istilah menyebalkan dan sulit dicerna itu. Sebab sama sekali saya bukan penafsir cinta atau pujangga yang bisa seindah mungkin mendeskripsikanya.

Terus terang saya bingung mau mengakhiri celoteh yang tak ada intinya ini Karena saat menulis ini pun sebenarnya saya juga sedang mengalami ambivalensi. Namun tetap saja saya harus terpaksa mengakhirinya. Kalau boleh saya menyimpulkan atas curhatan ini bahwa tidak harus selalu masa lalu itu kita hakimi dan penjarakan dalam jeruji yang tak berarti atau seperti sekumpulan onggokan sampah yang tak berguna. Meski menyakitkan, buruk, menyedihkan, mengecewakan atau apalah, yang jelas itu semua tetap bagian catatan dari lembaran sejarah kehidupan kita. Kenapa kita harus takut, atau tidak mau mengingatnya lagi jika pada hakikatnya kita sudah mampu melalui. Bahkan suatu ketika kita memang perlu mengingatnya kembali sebagai ukuran atas tindakan kita selama ini dan bisa juga sebagai motivasi diri. Bukankah masa depanpun pada akhirnya juga akan menjadi sejarah yang terlewati. Menjadi saksi bisu yang tak bisa dihapus dan terberangus. Dan sebagai penutup saya teringat pada kata-kata dalam salah satu novel karya Herlinatiens bahwa "Selama ini kita telah disibukan oleh pertanyaan-pertanyaan yang kita buat sendiri. Tentang harga diri dan makna kemurnian nilai itu sendiri. Dan tentang masih adakah sesuatu yang bisa disertai, dihormati atau diharapi".
Terimakasih insomnia (malaikat malamku), karena engkaulah desakan pikiran dan luapan perasaan ini dapat tertorehkan.
Rabu, 03 Juli 2024.

Lady Antebellum - Need You Now

Jeratan Nafsu dan Kemunafikan Dalam Bingkai Ikatan Semu

 


Datang tak disangka, bertanda namun sulit untuk diraba

Merasuk kesetiap lini diri hingga sampai sanubari

Menumbuhkan pundi-pundi yang tadinya hampir mati

Setiap saat dipupuk dengan kemanjaan dan ke-elokan

Semakin lama pun kian tumbuh besar

Besar dan semakin besar, bahkan menjalar seperti semak belukar

Mengikat, menjerat dengan sangat kuat dan erat

Bahkan seperti lautan api yang menyemburat

Karena begitu menyemburat tak sedikit yang terjerat

Terjerat dalam nafsu dan ikatan semu

Dalam panorama kemunafikan yang berjubah kasih sayang dan kepercayaan demi meraup kepuasan

Kepuasan sesaat yang menyesatkan yang berpangkal pada gundukan penyesalan

Tak bisa diulang karena sudah terlanjur tertuang dengan sangat terang

Hancur lebur dan terkubur

Namun masih bisa mujur jika mau jujur

Jujur pada diri atas penyesatan yang dialami selama ini

 

@larasli 

Jumat, 12 Juni 2015

Menyambut Bulan Suci Ramadhan

Bersihkan hati dan jiwa dengan awal yang indah karena kita masih bisa dipertemukan dengan bulan yang penuh berkah ini, semoga kita bisa membersihkan segala dosa yang telah kita lakukan... Mohon maaf lahir dan batin..


Bulan Ramadhan merupakan bulan yang istimewa bagi seluruh umat Muslim di setiap penjuru dunia dan bulan Ramadhan merurapakan ladang amal bagi orang-orang shaleh, Allah SWT telah memuliakan-Nya di banding bulan-bulan lainnya. Bulan dilipatgandakannya pahala dan diampuninya dosa-dosa kita. Allah SWT juga memberikan kemuliaan kepada tiap sepuluh hari pada bulan ramadhan terutama sepuluh hari terakhir Ramadhan.
Sebagian ulama membagi bulan Ramadhan dalam tiga fase,yaitu sepuluh hari pertama Ramadhan dinamakan terbukanya pintu Rahmat Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang menunaikan shaum, Sepuluh hari kedua atau pertengahan dinamakan Magfirah yaitu di Ampuninya-Nya segala dosa-dosa oleh Allah SWT, dan sepuluh hari terakhir bulan ramadhan dinamakan pembebasan dari api neraka. Sebagaimana yang diterangkan dalam hadist Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam’ :
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu,dimana ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda :
“Awal bulan Ramadan adalah Rahmat, pertengahannya Maghfirah, dan akhirnya ‘Itqun Minan Nar (pembebasan dari api neraka).”
Dari Salman Al-Farisi Radhiyallahu Anhu. Diceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Berkhutbah menjelang Ramadan,diantara isi khutbah beliau,
“Siapa saja yang memberi buka kepada orang yang shaum dengan seteguk susu, sebiji kurma, atau seteguk air, dan siapa yang mengenyangkan orang shaum maka ALLAH akan memberi minum dari telaga dengan satu tegukan, yang menyebabkan tidak haus sampai masuk surga. Inilah bulan, yang awalnya adalah Rahmat, Pertengahannya Maghfirah, dan akhirnya ‘Itqun Minan nar (pembebasan dari api neraka). Perbanyaklah melakukan 4 hal dalam bulan Ramadan”
Sepuluh hari pertama di bulan ramadhan adalah awal yang cukup melelahkan dan tentunya kita berusaha beradaptasi dengan penuh kesabaran untuk melaksanakan shaum dan mengerjakan amalan-amalan yang di cintai oleh Allah SWT. Para ulama memaknai sepuluh hari pertama bulan ramadhan sebagai Rahmat,yaitu terbukanya pintu Rahmat Allah SWT, yang diberikan kepada hamba-hamba pilihan-Nya yang menunaikan shaum.
Dalam khazanah tasawuf Rahmat itu ada dua macam, pertama Rahmah Dzaatiyyah, yaitu Rahmat dan Anugerah yang diberikan Allah SWT kepada semua mahluk-Nya tanpa terkecuali. Kedua Rahmah Khushushiyyah, yaitu Rahmat dan kasih sayang yang Allah SWT hanya diberikan kepada hamba-hamba Pilihan-Nya. Sepuluh hari pertama merupakan keistimewaan karena diturunkannya Rahmat kepada hamba-hamba yang telah ikhlas dan ridha menunaikan shaum ramadhan dengan penuh keimanan kepada Allah SWT.
Salah satu Rahmat dan kasih sayang Allah SWT yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang shaum dengan Iman dan taqwa yaitu disediakan salah satu pintu masuk ke dalam surga yang tidak dilalui oleh siapapun kecuali para ahli shaum.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda:
“Dari Sahal bin Sa’ad Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda “Sesungguhnya di Surga ada salah satu pintu yang dinamakan Rayyan; masuk dari pintu tersebut ahli shaum di hari kiamat, tidak ada yang masuk dari pintu itu selain ahli shaum, lalu diserukan “Manakah para ahli shaum?’, maka berdirilah para ahli shaum dan tak ada seorangpun yang masuk dari pintu itu kecuali mereka yang tergolong para ahli shaum, dan apabila mereka sudah masuk, maka pintu surga tersebut segera tertutup, dan tak ada satupun yang diperbolehkan masuk setelah mereka .”(H.R. Bukhari dan Muslim).